Hukum Ta’jil Zakat dan Membayarkannya Sebelum Haul

Zakat merupakan kewajiban Syar’i yang memiliki kedudukan strategis dalam mewujudkan keadilan sosial dan menjaga keseimbangan ekonomi umat. Ia adalah ibadah finansial yang tidak hanya bersifat ritual, tetapi juga sangat terkait dengan aspek kemanusiaan dan maslahat sosial. Dengan zakat, fasilitas ekonomi dapat berputar dari pemilik harta kepada mereka yang membutuhkan, sehingga berbagai bentuk kesulitan dan kesenjangan dapat diminimalisir.

Seiring perkembangan waktu, muncul keadaan-keadaan baru yang menuntut penjelasan hukum dari para ulama, di antaranya adalah hukum mendahulukan pembayaran zakat (Ta’jîl Az-Zakâh) atau mengeluarkan zakat sebelum sempurnanya haul atau sebelum waktu wajibnya. Hal ini menjadi relevan terutama ketika terdapat kebutuhan mendesak dari para mustahiq, seperti fakir miskin, orang yang terlilit hutang, ibnu sabil, serta kelompok penerima zakat lainnya.

Hukum Mendahulukan Zakat Sebelum Mencapai Nisab

Menurut para ulama, tidak boleh mendahulukan zakat sebelum nisab tercapai, dan ini adalah kesepakatan para fuqaha. Hal ini karena nisab adalah sebab wajibnya zakat, sementara haul adalah syaratnya. Dan sesuatu yang wajib tidak boleh didahulukan sebelum sebabnya, tetapi boleh didahulukan sebelum syaratnya, seperti membayar kafarah sumpah setelah bersumpah tetapi sebelum melanggar.

Kaedah Fikih menyatakan:

العبادات كلها لا يجوز تقديمها على سبب وجوبها

“Seluruh bentuk ibadah tidak boleh didahulukan sebelum sebab wajibnya.”

Sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Qawâ’id karya Imam Ibnu Rajab (hal. 6, cet. Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah).

Sedangkan Imam Abu Ishaq Asy-Syirazi dalam Al-Muhadzzab (1/547, Dar Al-Qalam) berkata:

كل مال وجبت فيه الزكاة بالحول والنصاب لم يجز تقديم زكاته قبل أن يملك النصاب؛ لأنَّه لم يوجد سبب وجوبها، فلم يجز تقديمها، كأداء الثمن قبل البيع، والدية قبل القتل.

“Setiap harta yang wajib dizakati karena haul dan nisab, maka tidak boleh didahulukan zakatnya sebelum memiliki nisab, karena sebab kewajibannya belum ada, sehingga tidak boleh mendahulukannya seperti mendahulukan pembayaran harga sebelum jual beli atau diyat sebelum pembunuhan.”

Imam Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughnî (4/80, cet. Dar ‘Alam Al-Kutub):

لا يجوز تعجيل الزكاة قبل ملك النصاب، بغير خلاف علمناه.

“Tidak boleh mendahulukan zakat sebelum memiliki nisab, dan tidak ada perbedaan pendapat (antara ulama) yang kami ketahui (akan hal tersebut).”

Nisab Zakat Secara Syar’i

Nisab zakat setara dengan 20 mitsqal emas, yaitu sekitar 85 gram emas murni kadar 21 karat. Nisab ini harus berlebih dari kebutuhan dasar muzakki dan orang yang menjadi tanggungannya serta dalam keadaan bebas dari utang yang menghalangi wajibnya zakat.

Jika seorang Muslim memiliki harta sebesar nisab atau lebih, maka zakatnya wajib dikeluarkan sebesar 2,5% setelah haul (12 bulan Hijriah) terpenuhi. Hal ini disepakati para fuqaha dan disebutkan dalam kitab Al-Ijmâ’ karya Imam Ibnul Mundzir (hal. 47, Dar Al-Muslim).

Hukum Mendahulukan Zakat Sebelum Sempurnanya Haul

Jika sebab wajibnya zakat (yaitu nisab) sudah terpenuhi, tetapi haul (12 bulan Qamariyah) belum sempurna, maka boleh mendahulukan pengeluaran zakat atau sebagian zakat, baik sekaligus maupun dicicil.

Dalilnya adalah Hadis dari Ali bin Abi Thalib RA bahwa:

أنَّ العبَّاس رضي الله عنه سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم في تعجيل صدقته قبل أن تحلَّ، فرخَّص له في ذلك

“Abbas RA meminta izin kepada Rasulullah SAW agar mempercepat zakatnya sebelum (waktu) wajibnya, maka beliau mengizinkannya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim).

Dalam riwayat lain:

عن علي رضي الله عنه: “بعث رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم عمرَ رضي الله عنه على الصدقة، فأتى العباسَ رضي الله عنه يسأله صدقة ماله، فقال: “قد عجَّـلْتُ لرسول الله صلى الله عليه وسلم صدقةَ سنتين، فرفعه عمر رضي الله عنه إلى رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم، فقال: «صَدَقَ عَمِّي قَدْ تَعَجَّلْنَا مِنْهُ صَدَقَةَ سَنَتَيْنِ»

Dari Ali RA: “Rasulullah SAW mengutus Umar RA untuk mengambil zakat, lalu ia mendatangi ‘Abbas RA untuk meminta zakat hartanya. Maka ‘Abbas berkata: ‘Aku telah menyegerakan (pembayaran) zakat untuk dua tahun kepada Rasulullah SAW.’ Maka Umar pun melaporkannya kepada Rasulullah SAW. Lalu beliau bersabda: ‘Benar apa yang dikatakan pamanku. Kami telah menerima darinya zakat untuk dua tahun’.” (HR. Abu ‘Ubaid dalam Kitab Al-Amwâl).

Hadis ini menjadi dasar mayoritas ulama untuk membolehkan Ta’jil Zakat (mendahulukan pembayaran zakat) sebelum jatuh tempo, demi maslahat penerimanya. Sebagian ulama bahkan menyebutnya sebagai: “دفع حاجة الوقت” (membayar zakat sesuai kebutuhan waktu), sebagaimana disebutkan dalam Al-Muhîth Al-Burhâniy karya Burhanuddin Ibnu Mazah (2/289, cet. Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah).

Baca Juga: Model Distribusi Zakat Yang Ideal

Pendapat Mazhab Fikih

Imam Ibnu Maudud Al-Maushili Al-Hanafi berkata dalam kitab Al-Mukhtâr lil-Fatwâ (hal. 149, cet. Dar al-Basya`ir al-Islamiyyah):

ومَن ملك نصابًا فعجَّل الزكاة قبل الحول لسنة أو أكثر أو لنُصُب جاز.

“Barang siapa memiliki nisab lalu mendahulukan zakat sebelum sempurnanya haul, baik untuk satu tahun, lebih dari satu tahun, atau untuk beberapa nisab, maka hal itu diperbolehkan.”

Sedangkan Imam An-Nawawi dari mazhab Syafi’i berkata dalam Al-Majmû’ Syarh al-Muhadzdzab (6/146, cet. Dar al-Fikr): 

ولو عجَّل صدقة عامين بعد انعقاد الحَوْل أو أكثر من عامين فوجهان: … أحدهما: يجوز للحديث، والثاني: لا يجوز… فصحَّحت طائفةٌ الجواز، وهو قول أبي إسحاق المروزي، وممن صححه: البَنْدَنِيجِي، والغزالي في “الوسيط”، والجُرْجَاني، والشاشي، والعَبْدَرِي… فإذا قلنا بالجواز فاتفق أصحابنا على أنه لا فرق بين عامين وأكثر؛ حتى لو عجَّل عشرة أعوام أو أكثر جاز على هذا الوجه، بشرط أن يبقى بعد المعجَّل نصابٌ.

“Jika seseorang menyegerakan zakat dua tahun setelah haul sempurna, atau bahkan lebih dari dua tahun, maka terdapat dua pendapat: … Pertama, dibolehkan — berdasarkan Hadis.  Kedua, tidak dibolehkan…  Sebagian ulama membenarkan pendapat yang membolehkan, dan itu adalah pendapat Abu Ishaq Al-Maruzi. Di antara yang juga membolehkan: Al-Bandaniji, Al-Ghazali dalam Al-Wasîth, Al-Jurjani, Asy-Syasyi, dan Al-‘Abdari… Dan jika kita mengambil pendapat yang membolehkan, maka para ulama mazhab kami sepakat bahwa tidak ada perbedaan antara dua tahun dan lebih dari itu. Maka jika ia menyegerakan zakat untuk sepuluh tahun atau lebih, itu diperbolehkan menurut pendapat ini, dengan syarat setelah disegerakan tetap tersisa nisab.”

Adapun dalam Mazhab Hanbali, dibolehkan menyegerakan zakat hanya untuk dua tahun saja, karena mendahulukan pembayaran zakat sebelum waktunya itu bertentangan dengan qiyas (kaidah asal), sehingga dibatasi pada kasus yang memiliki dalil. Imam Al-Buhuti berkata dalam Syarh Muntahâ al-Irâdât (1/451, cet. ‘Alam al-Kutub): 

ويجزئ تعجيلها، أي: الزكاة، -وترْكُه أفضل- (لحولين)؛ لحديث أبي عبيد في “الأموال” عن علي أنَّ النبي صلى الله عليه وسلم تعجل من العباس صدقة سنتين، ويعضده رواية مسلم: «فهي عليَّ ومثلها»، وكما لو عجل لعام واحد (فقط)؛ أي: لا أكثر من حولين.

“Boleh menyegerakan zakat —meskipun meninggalkan itu lebih utama— untuk dua haul, berdasarkan Hadis Abu ‘Ubaid dalam kitab Al-Amwâl dari Ali, bahwa Nabi SAW telah menyegerakan zakat dari ‘Abbas untuk dua tahun. Ini dikuatkan oleh riwayat Muslim: ‘Itu atas tanggunganku, dan semisalnya (setahun) lagi’. Sebagaimana zakat boleh disegerakan untuk satu tahun, maka hanya dua tahun saja yang diperbolehkan, tidak lebih.”

Syarat-Syarat Ta’jil Zakat

Telah diketahui dari penjelasan sebelumnya, bahwa mayoritas ulama Fikih berpendapat bolehnya menyegerakan pembayaran zakat sebelum sempurnanya haul (12 bulan Qamariyah), yakni sebelum satu tahun penuh kepemilikan harta. Sebagian ulama membolehkan penyegeraan untuk dua tahun, dan sebagian lainnya membolehkan lebih dari dua tahun. Namun, saat menyegerakan zakat dari waktu seharusnya, perlu memperhatikan beberapa perkara. Mufti Mesir, Prof. Dr. Nazhir ‘Ayyad, menyebutkan perkara yang harus dipenuhi dalam Ta’jil Zakat adalah:

Pertama: Memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan para ulama untuk bolehnya Ta’jil Zakat, yaitu:

  1. Harta yang mencapai nisab harus sudah berada dalam kepemilikan muzakki sebelum ia menyegerakan zakat.
  2. Pemilik nisab harus masih memenuhi syarat wajib zakat sampai akhir haul, yaitu tetap hidup dan hartanya tetap bernisab hingga haul sempurna. Jika ia wafat sebelum haul genap, maka zakat yang disegerakan tidak dianggap sah. Begitu juga jika hartanya rusak atau dijual (selain harta dagangan), maka zakat yang disegerakan tidak dianggap sah karena zakat tidak lagi wajib atas harta itu akibat kerusakan atau berpindahnya kepemilikan.
  3. Penerima zakat yang menerima zakat yang disegerakan harus masih layak menerimanya saat haul sempurna. Jika ia meninggal dunia atau menjadi kaya karena hal lain (bukan zakat), maka zakat yang diberikan kepadanya tidak sah, karena pada saat zakat seharusnya wajib, ia sudah tidak memenuhi syarat sebagai mustahiq (penerima zakat).

Kedua: Penyaluran bagian zakat yang disegerakan ini harus kepada delapan golongan yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam Firman-Nya:

﴿ ۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٦٠ ﴾ (التوبة [9]: 60).

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 60).

Ketiga: Muzakki (pemberi zakat) hendaknya memperhatikan kemaslahatan orang miskin, dan mendahulukan yang paling membutuhkan, karena itulah tujuan zakat. Juga dianjurkan mendahulukan kerabat yang membutuhkan.

Keempat: Bagian zakat yang akan dikeluarkan terlebih dahulu (sebelum haulnya) harus berupa sesuatu yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh orang miskin dan mencukupi kebutuhannya, sehingga penyegeraan atau pencicilan ini tidak menyebabkan nilai zakat menjadi kecil dan tidak bermanfaat bagi penerimanya.

Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan, bahwa mengeluarkan zakat terlebih dahulu sebelum haulnya (Ta’jil Zakat) itu diperbolehkan, selama hal itu memberikan kemaslahatan bagi fakir miskin maupun orang kaya. Namun, tetap harus memperhatikan syarat-syarat yang telah ditetapkan para ulama untuk kebolehan menyegerakan zakat, yaitu: bahwa harta yang mencapai nisab sudah dimiliki oleh muzakki sebelum ia menyegerakan zakatnya, dan bahwa pemilik harta tetap memenuhi syarat wajib zakat hingga akhir tahun (yakni masih hidup dan hartanya tetap mencapai nisab hingga akhir tahun), dan bahwa penerima zakat yang disegerakan tersebut masih layak menerima zakat pada waktu jatuh tempo zakatnya.

Demikian juga harus diperhatikan bahwa bagian zakat yang disegerakan tersebut disalurkan kepada golongan yang berhak menerimanya, serta didahulukan dari golongan tersebut orang-orang yang paling membutuhkan, dan di antara mereka yang lebih utama adalah kerabat yang membutuhkan. Bagian zakat yang disegerakan juga harus cukup atau setidaknya dapat memenuhi sebagian kebutuhan si fakir, sehingga benar-benar dapat dimanfaatkan olehnya. Wallahu A’lam bish-Shawab.

Referensi:

  • Ibnu Rajab, Al-Qawâ’id
  • Abu Ishaq Asy-Syirazi, Al-Muhadzzab
  • Ibnu Qudamah, Al-Mughnî
  • Ibnul Mundzir, Al-Ijmâ’
  • Burhanuddin Ibnu Mazah, Al-Muhîth Al-Burhâniy
  • Ibnu Maudud Al-Maushili, Al-Mukhtâr lil-Fatwâ
  • An-Nawawi, Al-Majmû’ Syarh al-Muhadzdzab
  • Al-Buhuti, Syarh Muntahâ al-Irâdât
  • Fatwa No: 8690 Darul Ifta` Al-Mishriyyah (7 Juli 2025 M.)

Penulis: Yusuf Al-Amien, Lc., M.A.

(Dewan Pengawas Syariah Baitulmaal Munzalan Indonesia)

Bagikan Post ini
Buka WhatsApp
1
Butuh bantuan?
Nispi
assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh 👋
Apa ada yang bisa kami bantu?