Kemisikinan, kebodohan, dan keterbelakangan suatu kondisi yang memprihatinkan dikalangan umat Islam dan perlu menjadi perhatian dan komitmen mengatasinya.
Menurut Dr. Nabil Subhi At-Thawil dalam bukunya “Kemiskinan di negara-negara miskin” antara lain menyatakan bahwa pada masa sekarang puluhan juta kaum Muslimin yang lapar, sakit, dan buta huruf.
Kemisikinan sampai batas-batas tertentu menyebabkan mereka buta huruf serta kebodohan yang pada gilirannya menyebabkan orang tidak tahu tentang mutu, jenis makanan, serta jumlah yang diperlukan untuk kesehatan tubuh. Kemiskinan juga dapat memudahkan terjangkitnya berbagai macam penyakit disebabkan asupan makanan yang bergizi, bermutu tidak terpenuhi yang membuat tubuh menjadi lemah.
Seorang miskin yang sakit dan lapar tidak mudah mendapatkan pekerjaan. Kalaupun dapat pekerjaan tidak akan memperoleh penghasilan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan terutama kebutuhan pangan. Hal itu akan terus berputar-putar pada lingkaran setan yang tidak ada jalan keluarnya, sampai akhirnya hamba Allah yang menderita ini menemui ajalnya dalam kemiskinan dan kebodohan. Hal ini banyak terjadi disekeliling kita yang sesungguhnya menjadi tanggung jawab dari para aghniya yang mempunyai kemampuan dari rizki yang Allah berikan kepadanya. Dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 36 Allah berfirman

Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan Nya dengan sesuatupun dan berbuatbaiklah kepada orangtua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Bila kita mengamati dengan seksama masih banyak yang keliru memahami ibadah yang menurutnya hanya yang langsung dengan Allah, tapi mengabaikan ibadah sosial seperti memberantas kemiskinan, kebodohan, latar belakang dan kesulitan hidup yang diderita saudara-saudara kita sesama kaum muslimin.
Betapa prihatinnya kita melihat banyak orang Islam kaya dengan tenang meratakan dahinya di atas sajadah shalat, sementara disekitarnya tubuh-tubuh kayu digerogoti penyakit dan kekurangan gizi tidak dihiraukan, atau betapa mudahnya jutaan rupiah dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak menyentuh orang-orang miskin karena kesulitan hidup tidak jarang terpaksa menjual iman demi sesuao nasi. Disinilah perlunya para aghniya (hartawan) lebih menyadari bahwa disamping ibadah mahdah seperti sholat, puasa, haji yang dilaksanakan juga menyisihkan Sebagian hartanya sebagai wujud kesyukuran atas rizki yang diberikan Allah SWT untuk menyantuni kaum dhuafa/fakir miskin.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Ma’arij ayat 24
وَالَّذِيْنَ فِيْْٓ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُوْ ٢٤
Artinya: Dan orang-orang yang dalam hartanya terdapat bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan orangyang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).
Ibadah yang secara khusus untuk para aghniya selalu tampil di samping si lemah dan si miskin dengan menunaikan kewajiban nya seperti zakat, infaq, dan shodaqoh.
Baca Juga: Zakat ditinggal bertahun-tahun, apakah wajib dibayar?
Demikianlah Rasulullah SAW menggambarkan kesetiakawanan sosial yang diharapkan dengan sangat menarik sekali dalam sebuah hadits yang berbunyi
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِ’هِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْ و تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Artinya: Perumpamaan kaum muslimin dalam hal jalinan kasih sayang, kecintaan, dan kesetiakwanan seperti satu tubuh yang bila salah satu anggotanya sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lainnya ikut merasakan sakit. (HR. Muslim dan Ahmad). Kesetiakawanan dan cinta kasih sayang Rasulullah SAW pernah dicontohkan saat beliau berkumpul dengan para sahabat menjelang siang hari, pada saat kedatangann serombongan orang dari bani mudhor dengan pakaian compang camping nyaris telanjang, bertelekan pedang-pedang mereka, tiba-tiba Rasulullah SAW melihat penderitaan mereka, kemudian beliau kekamar menyuruh bilal adzan, setelah shalat Rasulullah SAW membaca beberapa ayat Al-Qur’an antara lain yag artinya berbunyi “Wahai manusia takutlah kamu kepada tuhan pemeliharamu, yang memciptakan kamu dari diri yang satu.
Dan hendaklah setiap orang mempersiapkan bekalnya untuk masa depannya (QS. Al- Hasyr).
Rasulullah menganjurkan supaya setiap orang mengeluarkan shodaqoh, baik berupa sandang maupun berupa pangan. Seketika itu berbondong- bondonglah para sahabat menyumbangkan apa yang mereka miliki. Ada dua tumpukan makanan dan pakaian, dan terlihatlah wajah Rasulullah SAW bersinar- sinar gembira. Setelah itu beliau bersabda; “Barangsiapa memulai kebiasaan yang baik dalam Islam, maka baginya ganjaran dan ganjran orang mengikuti kebiasaan yang baik sesudahnya itu. Dan barangsiapa yang memulai kebiasaan yag tidak baik dalam Islam maka baginya dosa (karena memulai kebiasaan tidak baik itu) dan dosa orang yang melanjutkan kebiasaan jelek itu sesudahnya.
Kebiasaan yang baik disini ialah menggerakkan umat Islam untuk bersama-sama membantu penderitaan sesama muslin, sedangkan kebiasaan yag tidak baik ialah membiasakan bersikap acuh tak acuh kepada penderitaan orang lain.
Allahu a’lam bissawab.
Penulis: H.M. Basri HAR
(Dewan Pengawas Syariah Baitulmaal Munzalan Indonesia)





