Keutamaan Zakat dan Salat: Kunci Ampunan Allah SWT

Zakat bukan hanya kewajiban finansial, melainkan juga pilar utama dalam membangun masyarakat yang adil dan sejahtera. Namun, seringkali kita lupa bahwa keutamaan zakat memiliki kaitan erat dengan pilar-pilar Islam lainnya, terutama salat dan tauhid.

Sebuah hadits mulia dari Rasulullah ﷺ memberikan pemahaman mendalam tentang hubungan ketiganya sebagai jalan menuju ampunan ilahi.

Menelusuri Makna Hadits
Hadits dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, yang diriwayatkan oleh Al-Wadi’i dan dinilai hasan, menyatakan:
“مَن أقامَ الصَّلاةَ وآتَى الزَّكاةَ وماتَ لا يُشرِكُ باللهِ شيئاً، كانَ حقًّا علَى اللهِ -عزَّ وجلَّ- أن يغفرَ لَه هاجرَ أو ماتَ في مَولدِهِ”
Terjemahannya: “Barangsiapa yang mendirikan salat, menunaikan zakat, dan meninggal dalam keadaan tidak menyekutukan Allah sedikit pun, adalah hak atas Allah untuk mengampuninya, baik ia berhijrah atau meninggal di tempat kelahirannya.”

Hadits ini mengandung tiga syarat utama yang menjadi landasan keselamatan seorang hamba di akhirat:

  • Mendirikan Salat (أقامَ الصَّلاةَ):
    Salat adalah ibadah pertama yang akan dihisab. Kata “أقامَ” (mendirikan) tidak hanya berarti melaksanakan, melainkan juga menunaikannya dengan benar—konsisten, tepat waktu, dan penuh kekhusyukan. Salat adalah tiang agama yang merefleksikan ketaatan total kita kepada Allah SWT.
  • Menunaikan Zakat (وآتَى الزَّكاةَ):
    Di sinilah letak relevansi utama bagi kita semua. Zakat adalah bukti nyata keimanan yang tidak hanya terucap, tetapi juga terwujudkan melalui tindakan. Menunaikan zakat membersihkan harta dan jiwa dari sifat kikir, sekaligus menguatkan ikatan sosial antarumat. Dengan berzakat, kita menunjukkan kepedulian terhadap sesama, menciptakan keseimbangan, dan memangkas kesenjangan ekonomi.
  • Meninggal dalam Keadaan Tidak Syirik (وماتَ لا يُشرِكُ باللهِ شيئاً):
    Tauhid, mengesakan Allah, adalah syarat mutlak yang menjadi fondasi seluruh amal ibadah. Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. Oleh karena itu, menjaga keimanan yang murni dan bersih dari segala bentuk kesyirikan adalah kunci utama agar amal salat dan zakat kita diterima di sisi-Nya.

Baca Juga: Zakat Solusi Kecemburuan Sosial

ZAKAT adalah Hak Allah yang Berbalas Ampunan, hadits ini secara eksplisit menegaskan bahwa kombinasi ketiga amalan tersebut akan mendatangkan ampunan dari Allah. Frasa “كانَ حقًّا علَى اللهِ” (adalah hak atas Allah) menunjukkan bahwa janji ampunan ini adalah suatu kepastian.
Ini memberikan motivasi luar biasa bagi para muzakki (pemberi zakat) dan mustahik (penerima zakat). Bagi muzakki, zakat yang ditunaikan dengan benar adalah salah satu dari tiga kunci ampunan. Bagi mustahik, zakat adalah wujud kasih sayang Allah melalui hamba-Nya yang beriman, sebuah dukungan yang memungkinkan mereka untuk fokus beribadah dan menjaga tauhid.

Hadits ini juga menepis anggapan bahwa hijrah (pindah tempat) menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan ampunan. Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa baik seseorang berhijrah mencari kehidupan yang lebih baik, atau meninggal di tempat kelahirannya, ampunan Allah akan tetap didapatkan selama ia memenuhi tiga syarat fundamental tersebut.

Kesimpulan: Pesan untuk Kita
Sebagai lembaga zakat, kita mengundang Anda semua untuk merenungkan makna hadits ini. Zakat bukan sekadar kewajiban tahunan, melainkan sebuah ibadah yang memiliki keutamaan luar biasa. Marilah kita jadikan salat sebagai tiang kehidupan, zakat sebagai jembatan sosial, dan tauhid sebagai landasan keyakinan kita. Dengan begitu, kita berikhtiar agar janji ampunan dari Allah SWT menjadi hak kita di akhirat kelak.
Mari berzakat melalui lembaga kami, karena setiap rupiah yang Anda tunaikan akan membersihkan harta Anda, menolong sesama, dan—insya Allah—menjadi bagian dari amal saleh yang mengantarkan kita menuju ampunan Allah.

Allah a’lam

Penulis: Al Ustadz Ahmad Fanani, MA., Ph.D

(Dewan Pengawas Syariah Batulmaal Munzalan Indonesia)

Bagikan Post ini
Buka WhatsApp
1
Butuh bantuan?
Nispi
assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh 👋
Apa ada yang bisa kami bantu?